Langsung ke konten utama

Covid-19 Bebani Cash-Flow Perusahaan Industri, Relaksasi Berujung Salah Arah

Relaksasi yang diminta industri tekstil dan produk tekstil (TPT) terkait dengan pandemi COVID-19 kembali menemui jalan buntu, bahkan hampir salah arah. Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (Apsyfi) Redma Gita Wirawasta menyatakan bahwa saat ini seluruh produsen TPT mengalami permasalahan cash-flow akibat terhentinya pembayaran dari retail dan sektor hilirnya sehingga membutuhkan relaksasi kebijakan untuk dapat bertahan.

Utilisasi industri tekstil dan produk tekstil nasional saat ini berada di bawah 30%, bulan depan diperkirakan turun kembali hingga 20%. Sebagian besar produsen telah menutup usahanya, sebagian kecil yang masih beroperasi saat ini hanya memproduksi Alat Pelindung Diri (APD) dan bahan bakunya berupa kain atau benang serta untuk menunaikan kewajiban ekspor saja,” ujar Redma dalam keterangan tertulis kepada Duniaindustri.com, Jumat (17/4).

Redma menjelaskan bahwa relaksasi dibutuhkan tidak hanya bagi mereka yang saat ini masih berproduksi, tapi juga bagi mereka yang saat ini tutup. Relaksasi diperlukan sebagai stimulus untuk kembali beroperasi pasca pandemi COVID-19 berakhir.

Beberapa relaksasi yang diminta terkait pembayaran rekening listrik, gas, moneter, BPJS Ketenagakerjaan dan perpajakan. “Karena kita harus prioritaskan pembayaran upah karyawan dan THR-nya. Kalau semua kewajiban biaya tetap dibebankan, sedangkan pemasukan tidak ada, kita bayar pakai apa? Nanti banyak perusahaan akan pailit,” ungkap Redma.

Redma menambahkan bahwa pihaknya bersama Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) sejak akhir Maret 2020 sudah menyampaikan surat secara resmi ke beberapa kementerian dan lembaga terkait hal ini. Namun hingga saat ini masih minim tindak lanjut.

“Untuk listrik, sudah ada komunikasi dengan PLN. Namun hingga saat ini belum ada keputusan pasti dari pihak PLN. Padahal kondisinya sudah mendesak dimana akan banyak perusahaan yang tidak akan mampu bayar tagihan pemakaian minimum bulan Maret,” jelasnya. “Sedangkan untuk gas dan BPJS, sama sekali tidak ada respons baik dari PGN maupun dari BPJS Ketenagakerjaan,” tambahnya.

Sedangkan untuk moneter, Redma menjelaskan bahwa meskipun ada arahan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kepada perbankan untuk memberikan relaksasi kepada dunia usaha, hingga saat ini tindak lanjut dari masing-masing bank masih minim. “Pihak Bank menindak-lanjutinya seperti kondisi bisnis biasa, padahal ini kan kondisi bencana luar biasa,” ungkap Redma.

Untuk itu, lanjut dia, pihaknya mendesak pemerintah untuk segera turun tangan memastikan agar kebijakan relaksasi bagi sektor industri khususnya tekstil dan produk tekstil bisa terimplementasi. “Jangan beri relaksasi untuk impor karena selama ini impor sudah sangat relaks. Kalau impor terus diberi relaksasi, masyarakat mau dikasih kerja apa? Bahan baku ada dan tersedia di dalam negeri,” pungkasnya.(*/tim redaksi 07/Safarudin/Indra)

Sumber: klik di sini 
Mari Simak Coverage Riset Data Spesifik Duniaindustri.com:

Market database
Manufacturing data
Market research data
Market leader data
Market investigation
Market observation
Market intelligence
Monitoring data
Market Survey/Company Survey
Multisource compilation data
Market domestic data
Market export data
Market impor data
Market directory database
Competitor profilling
Market distribution data
Company database/directory
Mapping competition trend
Profiling competitor strategy
Market data analysist
Historical data
Time series data
Tabulation data
Factory directory database
Market segmentation data
Market entry strategy analysist
Big data processor
Financial Modeling/Feasibility Study
Price trend analysist
Data business intelligence
Customized Direktori Database

* Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 181 database, klik di sini
** Butuh competitor intelligence, klik di sini
*** Butuh copywriter specialist, klik di sini
**** Butuh content provider (branding online), klik di sini
***** Butuh jasa medsos campaign, klik di sini
Database Riset Data Spesifik Lainnya:
  • Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 181 database, klik di sini
  • Butuh 24 Kumpulan Database Otomotif, klik di sini
  • Butuh 18 Kumpulan Riset Data Kelapa Sawit, klik di sini
  • Butuh 15 Kumpulan Data Semen dan Beton, klik di sini
  • Butuh 8 Kumpulan Riset Data Baja, klik di sini
  • Butuh 15 Kumpulan Data Transportasi dan Infrastruktur, klik di sini
  • Butuh 9 Kumpulan Data Makanan dan Minuman, klik di sini
  • Butuh 6 Kumpulan Market Analysis Industri Kimia, klik di sini
  • Butuh 3 Kumpulan Data Persaingan Pasar Kosmetik, klik di sini
  • Butuh competitor intelligence ataupun riset khusus (survei & observasi), klik di sini
  • Butuh copywriter specialist, klik di sini
  • Butuh content provider (online branding), klik di sini
  • Butuh market report dan market research, klik di sini
  • Butuh perusahaan konsultan marketing dan penjualan, klik di sini
  • Butuh menjaring konsumen korporasi dengan fitur customized direktori database perusahaan, klik di sini

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seluruh Pelumas yang Beredar Diwajibkan Sesuai SNI

Badan Standardisasi Nasional (BSN) akan menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib untuk  komoditas oli pelumas  yang beredar di Indonesia mulai September 2019. Bahkan, untuk mendukung hal itu, disiapkan sanksi tegas berupa pidana dan denda hingga Rp50 miliar bagi pelanggar ketentuan SNI wajib tersebut. "Awalnya,  SNI bagi pelumas  memang sukarela. Namun kalau sudah diwajibkan, maka  semua pelumas  yang beredar di Indonesia, baik dalam maupun luar negeri harus memenuhi SNI. Dan bagi para pelanggar regulasi ini, mau tidak mau pasti ada sanksi,” ujar Deputi Bidang Penerapan Standar dan Akreditasi BSN Kukuh S. Achmad dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (11/3/2019). Menurut dia, ancaman sanksi tersebut diatur dalam Bab X tentang Ketentuan Pidana UU No. 20 Tahun 2014 tentang Standarisasi dan Penilaian Kesesuaian. Terkait pemalsuan SNI atau membuat SNI palsu, misalnya, sesuai 62, para pelaku diancam pidana penjara paling tujuh tahun atau pida...

Skincare Cosmetics Data Growth Market in Indonesia

  This 2017-2024 Cosmetic Skincare Market Potential Data Research (Distribution Channel Growth Trends)  was released in the fourth week of September 2021 featuring a study of specific data, research on the cosmetic and beauty market potential, a complete database, market analysis, market outlook, and market leader database. This research data contains 59 pages measuring 4.3 MB which was created to be a comprehensive guide and reference for investors, corporations, researchers, and various stakeholders at large. This Research on Skincare Cosmetics Market Potential Data 2017-2024 (Distribution Channel Growth Trends)  is one of the 239 most comprehensive collections of specific databases produced by the Duniaindustri.com team, with wide enough coverage from general to specific descriptions so that they can describe comprehensive industry dynamics. This data research begins by displaying the highlights of the Indonesian economy, which was affected by the Covid-19 pandemic, th...

Mengurai Sumber Pendanaan bagi UMKM di Indonesia

Data Komprehensif Perkembangan Industri Kecil & UsahaBesar 2016-2017 (Sebaran UKM Per Sektor & Per Daerah)   ini dirilis pada pertengahan Juli 2018 menampilkan data komprehensif, serta tren pertumbuhan jumlah dan sebaran industri kecil (usaha kecil menengah dan mikro/UMKM) di Indonesia. Pembahasan dilakukan secara detail mulai dari   tren pertumbuhan   jumlah, porsi terhadap ekonomi, komparasi dengan kondisi di negara tetangga, serta tren produksi dan ekspor industri kecil di Indonesia. Data Komprehensif Perkembangan Industri Kecil & UsahaBesar 2016-2017 (Sebaran UKM Per Sektor & Per Daerah)   ini dimulai dengan paparan data makro ekonomi Indonesia, inflasi, dan nilai tukar rupiah (halaman 2 dan 3). Dilanjutkan dengan   outlook dan prospek bisnis   2018 mengacu pada target pertumbuhan ekonomi pemerintah di 2018 di halaman 4. Kontribusi UMKM terhadap industri nasional di Indonesia dikomparasi dengan kondisi di sejumlah negara seper...